Gunungkidul, JOGJA TV| Setiap setahun sekali tepatnya pada bulan jumadilakir dalam perhitungan Jawa, warga Dusun Wonotoro, DesaJatiayu, Kecamatan Karangmojo, Gunungkidul mengadakan upacara adat wilujengan Madilakiran Ki Ageng Wanakusuma. Upacara adat ini dilaksanakan mulai tanggal 21-25 Jumadilakir bertempat di makam Ki Ageng Wanakusuma, Dusun Wonotoro. Sementara itu, puncak upacara madilakiran biasanya dilaksanakan pada hari senin pahing atau kamis wage.
Petilasan Ki Ageng Wanakusuma yang terletak di Dusun Wonotoro, Desa Jatiayu, Kecamatan Karangmojo, Gunungkidul terlihat ramai didatangi warga dari berbagai daerah. Mereka berkumpul di makam Ki Ageng Wanakusuma sejak pagi hari guna mengikuti upacara adat wilujengan untuk mengenang jasa-jasa Ki Ageng Wanakusuma sebagai cikal bakal Dusun Wonotoro.
Tidak hanya warga Dusun Wonotoro saja yang terlibat menyelenggarakan upacara madilakiran tetapi warga Dusun Banjardowo, Karangwetan dan Dusun Warung yang berada di wilayah Desa Gedangrejo juga ikut terlibat dalam upacara tersebut. Warga dari wilayah Desa Gedangrejo tersebut turut menggelar upacara Madilakiran di kompleks makam Ki Ageng Wanakusuma yang berada di Dusun Wonotoro karena mereka juga merasakan jasa-jasa Ki Ageng Wanakusuma.
Menurut penuturan panitia acara, Wastoyo, Ki Ageng Wanakusuma adalah keturunan dari Raja Majapahit. Pada masa akhir Kerajaan Majapahit Ki Ageng Wanakusuma kemudian mengembara ke Bayat, Klaten. Sesampainya di Bayat beliau berguru kepada Sunan Pandanaran. Oleh Sunan Pandanaran, Ki Ageng Wanakusuma diperintahkan agar mencari tanah yang baunya harum seperti tanah yang ada di Bayat. Kemudian beliau diperintahkan oleh Sunan Pandanaran untuk mencari tanah yang harum itu di daerah Gunungkidul.
Dalam pengembaraannya itu Ki Ageng Wanakusuma ditemani dua orang murid Sunan Pandanaran yaitu Joko Lelono dan Joyo Prakoso. Selain itu, juga ada 7 orang lainnya yang mengikuti pengembaraan Ki Ageng Wanakusuma menuju wilayah Karangmojo, Gunungkidul. Ketujuh orang tersebut adalah Wonotirto, Joimanuk, Nyai Resmi, Ki Permadi, Tiyoso I, Tiyoso II, Tiyoso III. Sehingga para pengikut Ki Ageng Wanakusuma semuanya berjumlah 9 orang. Makam para pengikut Ki Ageng Wanakusuma berada di sisi kanan dan kiri makam Ki Ageng Wanakusuma.
Perjalanan Ki Ageng Wanakusuma ke Gunungkidul untuk mencari tanah yang harum sesuai perintah Sunan Pandanaran akhirnya berhasil. Tanah yang harum tersebut diketemukan di hutan Wonotoro, yang sekarang ini bernama menjadi Dusun Wonotoro. Tanah berbau harum saat ini berada di Makam Ki Ageng Wanakusuma yang terletak di Dusun Wonotoro, Desa Jatiayu, Kecamatan Karangmojo, Gunungkidul.
Pengembaraan Ki Ageng Wanakusuma ke hutan Wonotoro kala itu selain mencari wahyu keraton juga punya maksud lain yakni untuk menyebarkan ajaran Islam. Bukti bahwa Ki Ageng Wanakusuma melaksanakan syariat Islam adalah ditemukannya padasan untuk wudhu di tempat petilasan beliau. Selain menyebarkan ajaran Islam beliau juga mengajarkan cara bercocok tanam kepada masyarakat setempat.
Di dekat Makam Ki Ageng Wanakusuma juga terdapat sumber air atau belik yang tak pernah kering airnya meski di musim kemarau. Menurut keyakinan warga setempat sumber air tersebut merupakan amal jariyahnya Ki Ageng Wanakusuma.
Untuk mengenang sosok Ki Ageng Wanakusuma yang dahulu pernah berjasa di Dusun Wonotoro maka warga setempat rutin menggelar acara wilujengan Madilakiran di makam petilasan Ki Ageng Wanakusuma. Upacara digelar setiap tahun, mulai tanggal 21-25 bulan madilakir dalam penanggalan Jawa. Sedangkan upacara puncaknya biasanya dilaksanakan pada hari senin pahing atau kemis wage. Tanggal 21-25 madilakir merupakan perkiraan meniggalnya Ki Ageng Wanakusuma. Dengan demikian tidak ditemukan bukti yang pasti kapan meninggalnya Ki Ageng Wanakusuma. Hal itu berdasarkan cerita turun temurun dari warga sekitar makam.
Setiap kali diadakan upacara wilujengan madilakiran warga senantiasa menyiapkan ubarampe berupa nasi gurih dan ingkung ayam. Nasi gurih dan ingkung ayam melambangkan bahwa hidup ini harus suci yakni suci pikiran dan suci perbuatan. Orang yang suci pasti akan selamat dimana pun berada.
Warga Dusun Wonotoro, Dusun Banjardowo, Karangwetan dan Warung masing-masing membawa ubarampe nasi gurih dan ingkung ayam ke Pendopo kompleks makam Ki Ageng Wanakusuma. Makanan tersebut sebagai wujud shodakoh warga. Nasi gurih dan ingkung ayam yang telah terkumpul kemudian didoakan oleh seorang kaum. Setelah itu makanan tersebut dibagi-bagikan kepada seluruh warga yang hadir.
Upacara wilujengan madilakiran Ki Ageng Wanakusuma penting untuk terus dihidupkan agar generasi penerus tidak kehilangan akar budaya. Ada banyak nilai yang bisa dipetik dari pelaksanaan upacara ini antaralain nilai kebersamaan, nilai menghormati leluhur, nilai berbagi kepada sesama dan lain sebagainya. (Rum) Sumber: Adiluhung, selasa 16/01/18.