Sleman, JOGJA TV| Setiap setahun sekali khususnya pada bulan mei di hari jumat kliwon warga Desa Margoagung, Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman menggelar upacara adat Mbah Bregas. Upacara ini sebagai simbol rasa syukur warga atas hasil panen raya selama setahun. Di samping itu, juga untuk mengenang cikal bakal leluhur yang ada di daerah tersebut, yakni Mbah Bregas. Meski diguyur hujan upacara adat Mbah Bregas tetap berjalan khidmat.
Upacara Adat Mbah Bregas dikemas dalam bentuk kirab budaya dan melibatkan 12 padukuhan yang ada di Desa Margoagung. Selain itu, kirab juga didukung oleh warga dari kecamatan lain. “Peserta kirab ini dari tetangga kecamatan ada, dari tetangga desa juga ada”, kata Kepala Desa Margoagung, Edi Yulianto.
Peserta kirab terdiri dari 22 bergodo yang terdiri dari lima bergodo prajurit dan bergodo paguyuban warga setempat. Para peserta kirab berjalan kaki sejauh 5 KM dimulai dari Balai Desa Margoagung menuju Balai Ringin di Dusun Ngino. Cuaca mendung dan hujan tidak menyurutkan semangat para peserta kirab untuk melanjutkan prosesi upacara adat. Mereka terlihat bersemangat melanjutkan jalannya kirab. Warga masyarakat yang menonton juga tidak kalah bersemangat. Mereka berdiri di pinggir-pinggir jalan yang dilalui jalannya kirab.
Sama seperti bersih desa pada umumnya, upacara adat Mbah Bregas juga menghadirkan gunungan hasil bumi yang merupakan hasil pertanian warga setempat. Selain itu, juga dihadirkan gunungan emping serta gunungan tahu yang merupakan hasil potensi warga setempat. Gunungan tersebut dikirabkan dari Balai Desa Margoagung menuju Balai Ringin Dusun Ngino.
Sesampainya di Dusun Ngino kemudian ritual Mbah Bregas segera dimulai. Di situ warga berkumpul dan berdoa bersama. Setelah didoakan gunungan lalu diperebutkan kepada seluruh masyarakat yang hadir menyaksikan upacara adat tersebut. Perebutan selalu menjadi moment yang menarik dan selalu dinantikan oleh warga. Mereka pun berlomba-lomba mengambil bagian dari gunungan sebagai wujud tradisi ngalab berkah. Di antara mereka ada yang berhasil mendapatkan bagian dari gunungan tetapi ada pula yang tidak mendapatkan apa-apa dan berakhir kecewa.
Setelah prosesi rebutan gunungan selesai warga kemudian mengambil air suci yang digunakan untuk prosesi upacara adat tersebut. Air penghidupan tersebut berasal dari tujuh macam sumber dan telah didoakan. Sebelum dibagikan kepada warga air tersebut sebagian telah dituangkan di pohon beringin sebangai simbol rejeki.
Warga Desa Margoagung hingga kini masih terus melestarikan upacara adat Mbah Bregas peninggalan dari generasi sebelumnya. Upacara ini untuk mengenang tokoh Mbah Bregas yakni orang yang pertama kali datang ke Dusun Ngino dan menularkan kebaikan-kebaikan kepada warga setempat.
Dirunut dari segi historisnya, Mbah Bregas konon merupakan bangsawan dari Kerajaan Majapahit yang melarikan diri karena tidak mau tunduk pada kekuasaan Kerajaan Demak. Kala itu, Mbah Bregas tiba di Dusun Ngino dan menyamar sebagai rakyat biasa dengan menanggalkan gelar kebangsawanannya. Di Dusun Ngino Mbah Bregas menjadi seorang pertapa dan ia bertapa di bawah pohon beringin, yang hingga kini pohon tersebut masih dipakai ritual oleh warga.
Keberadaan pertapa yang tak lain adalah Mbah Bregas kemudian diketahui oleh warga setempat. Ketika di dusun tersebut terjadi wabah penyakit, pertapa itu membantu warga dengan memberikan pengobatan. Warga yang sakit dan ditolong oleh pertapa itu kemudian banyak yang sembuh. Sejak saat itulah, pertapa tersebut mendapat julukan Bregas yang artinya bagas waras atau sehat.
Kepintarannya menyembuhkan orang sakit menjadikan Mbah Bregas semakin terkenal namanya. Hingga datanglah Sunan Kalijaga ke tempat Mbah Bregas untuk berdialog dengan Mbah Bregas. Perbincangan antara Sunan Kalijaga dan Mbah Bregas berlangsung sampai menjelang pagi. Setelah pertemuan itu selesai Sunan Kalijaga meminta pamit dan melanjutkan perjalanan. Sementara Mbah Bregas tetap tinggal di pertapaannya sambil merenungkan apa yang telah diperbincangkan dengan Sunan Kalijaga.
Pertemuan Mbah Bregas dengan Sunan Kalijaga membawa arti tersendiri bagi Mbah Bregas. Mbah Bregas akhirnya meninggalkan Dusun Ngino tempatnya bertapa. Namun sebelum pergi Mbah Bregas meninggalkan pesan-pesan kebaikan kepada warga setempat. Tidak ada satu pun warga yang tahu kemana perginya Mbah Bregas. Beberapa warga percaya bahwa Mbah Bregas sebenarnya moksa yakni menghilang bersama raganya. Ilmu tinggi yang dimiliki Mbah Bregas mampu membuatnya moksa untuk bersatu kepada Sang Pencipta.
Cerita legenda Mbah Bregas hingga kini masih hidup di benak warga Dusun Ngino dan Desa Margoagung, Seyegan, Sleman. Warga berusaha untuk melestarikan upacara adat Mbah Bregas guna mengenang kebaikan-kebaikan yang ditinggalkan oleh Mbah Bregas. (Rum) Sumber: Adiluhung, 13/02/2018.