Sleman, JOGJA TV| Istilah disleksia mungkin masih terdengar awam di kalangan masyarakat kita. Namun sebenarnya disleksia mungkin sekali dialami oleh seorang individu baik anak-anak maupun dewasa. Disleksia bukan merupakan penyakit tetapi merupakan kesulitan dalam hal membaca, menulis maupun berhitung. Hal ini disebabkan masalah mengenali bunyi perkataan dan bagaimana hubungannya dengan huruf-huruf dan kata-kata secara tulisan. kondisi ini merupakan kelainan belajar yang khusus dan tidak dipengaruhi oleh tingkat intelegensi seseorang. Orang yang mengalami disleksia memiliki tingkat IQ yang sama dengan kondisi orang normal.
Gejala munculnya disleksia perlu diwaspadai sejak usia dini, sebelum anak berumur 5 tahun. Jika anak tersebut mengalami keterlambatan bicara dan selalu menghindar apabila dikenalkan dengan huruf maupun angka maka perlu diwaspadai bahwa anak tersebut mengalami disleksia. “Ketika dia di TK kan dikenalkan alfabeth tapi dia menghindar dan tidak menyukai hal-hal seperti itu, nah itu sebagai warning,” jelas Dosen Psikologi UAD, Ismira Dewi, M.PSi.
Gejala disleksia makin jelas ketika anak memasuki sekolah dasar anak tersebut mengalami kesulitan menulis dan mengeja. Di dalam kelas biasanya anak yang mengalami disleksia akan diberi label anak bodoh. Padahal label ini justru membuat anak semakin kehilangan rasa percaya diri. Sebenarnya anak disleksi tidaklah bodoh tetapi dia juga memiliki kreativitas, inovatif dan memiliki IQ rata-rata. Oleh sebab itu, anak disleksia harus diperlakukan secara tepat untuk memupuk rasa percaya diri dalam dirinya.
Lebih lanjut Ismira Dewi mengatakan anak disleksia biasanya memang mengalami beberapa gangguan, seperti gangguan perilaku, gangguan berbahasa, gangguan sosial dan emosi. Anak disleksia rasa ingin tahunya memang tinggi. Oleh sebab itu orang tua yang memiliki anak disleksia harus memperlakukan anaknya dengan sebaik mungkin dan membantu meningkatkan rasa percaya diri pada anak.
Ardana Adrianto merupakan anak penyandang disleksia yang kini sudah bisa membaca dan menulis meskipun masih mengalami sedikit kesulitan. Ardana ketika menulis selalu terbalik atau seperti cerminnya. Misalnya kata jajan ditulis seperti lalan, menulis angka 3 terbalik menjadi . untuk menyiasati agar tulisannya tidak terbalik Ardana membuat kotak-kotak. Menurutnya cara ini membantu agar huruf tersusun rapi dan tidak terbalik.
Saka Kotamara, ibu dari Ardana mengatakan dirinya berjuang keras mendidik anaknya agar mampu mengikuti pendidikan di sekolah. Ardana yang diagnosa mengalami disleksia sejak usia 3 tahun kini sudah berumur 6 tahun dan duduk di kelas 1 SD. Salah satu cara yang dilakukan sang ibu agar anaknya tidak mengalami keterlambatan bicara adalah dengan rajin membacakan dongeng sejak masih bayi. Selain itu, sang ibu juga telaten mengajari Ardana membaca secara berulang-ulang. “Usaha yang dilakukan tiga kali lipat dari orang tua normal,” kata Saka Kotamara.
Anak yang mengalami disleksia harus ditangani dengan baik. Peran orangtua dan guru di sekolah sangat dibutuhkan untuk membantu agar perilaku anak disleksi bisa terarah dan potensi yang dimiliki bisa tergali.
Perlu diketahui, disleksia merupakan keturunan sehingga apabila ada anggota dari keluarga bapak atau ibu yang mengalami disleksia maka dipastikan keturunannya ada yang mengalami disleksia. Namun demikian disleksia bukan merupakan penyakit sehingga tidak ada istilah sembuh untuk penyandang disleksia karena memang ini bukan penyakit. Peran orangtua sangat penting untuk membantu anak panyandang disleksia agar dia mampu mengelola emosi dengan baik dan memiliki rasa percaya diri.
Meski mengalami kesulitan membaca maupun menulis penyandang disleksia sebenarnya sangat kreatif, inovatif dan memiliki problem solver yang bagus. Yang lebih utama lagi, penyandang disleksia memiliki konsep berpikir thinking out of the box, yakni memiliki cara berpikir yang berbeda dengan orang kebanyakan. Siapa sangka Albert Einstein, ilmuwan fisika dunia dia sebenarnya adalah penyandang disleksia? Inilah bukti bahwa penyandang disleksia memiliki IQ normal dan memiliki cara berpikir yang berbeda dari orang kebanyakan. Disleksia bukanlah keterbelakangan mental akan tetapi disleksia merupakan kesulitan dalam hal membaca, menulis dan berhitung. (Rum) Sumber: Bincang Hari Ini, rabu, 15/08/2018).