Sejarah Makam Gedhong Pulosari

Admin | Senin, 15 Mei 2017 14:54

Gunungkidul, JOGJA TV|Di Dusun Kedondong Sedono, Desa Pundungsari, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul terdapat sebuah makam keramat bernama makam Gedhong Pulosari. Menurut penduduk setempat makam tersebut adalah makam GRM. Sumadi dan GRAy. Sudarminah yang tak lain adalah putra dan putri dari Raja Kraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono II. Hingga kini keberadaan makam petilasan tersebut terus dipelihara dengan baik. Bahkan makam tersebut diyakini memiliki daya magis sehingga banyak warga yang datang ke makam itu dengan tujuan untuk ngalab berkah agar hajatnya bisa terkabul.

Menurut penuturan Kahono yang merupakan Juru Kunci Makam Gedhong Pulosari, kedua tokoh yang bersemayam di tempat itu adalah tokoh darah biru, yakni putra dan putri dari Sri Sultan Hamengku Buwono II. Mereka merupakan anak nomor 53 dan 59 dari 80 saudara. Hal ini dibuktikan melalui buku silsiah dinasti Kraton Yogyakarta. Dinas Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul pun mengakui kebenaran tokoh yang dimakamkan di tempat itu sehingga dinas terkait memberikan perhatian dengan mendukung event budaya yang digelar warga di makam tersebut.

GRM. Sumadi dan GRAy. Sudarminah mengukir sejarah di tempat itu sejak ratusan tahun silam. Awalnya putra dan putri Sri Sultan Hamengku Buwono II itu melakukan pengembaraan selama 300 hari menuju arah tenggara. Sampailah mereka ke sebuah hutan belantara yang belum pernah dijamah oleh manusia. Mereka berdua ditemani oleh dua orang abdi dalem yaitu Wonokusumo dan Notokusumo.

Sebagai putra raja GRM. Sumadi dan GRAy. Sudarminah diberi pertanda khusus oleh ayahandanya. GRM. Sumadi diberi kuluk kanigara dan gondil ontokusumo sedangkan GRAy. Sudarminah diberi angkin dan keris yang menunjukkan bahwa dia seorang putri raja.

Namun sayang kuluk kanigara dan gondil ontokusumo milik GRM. Sumadi ketinggalan ketika beliau sedang mandi di tempuran Wot Galih, Ngawen. Kuluk kanigara dan gondil ontokusumo itu kemudian dititipkan kepada abdi dalem Wonokusumo dan Notokusumo untuk dikembalikan kepada raja.

Sang Raja membuat sayembara bagi siapa pun yang dapat menunjukkan kuluk kanigara dan gondil ontokusumo berarti dia adalah putranya. Ternyata yang bisa menunjukkan kuluk kanigara dan gondil ontokusumo adalah Wonokusumo dan Notokusumo. Kuluk kanigara diserahkan oleh Wonokusumo dan gondil ontokusumo diserahkan oleh Notokusumo. Akhirnya kedua abdi dalem itu diaku sebagai putra dalem oleh Sri Sultan HB II.

Ketika putra raja yang asli (GRM. Sumadi) kembali ke kraton beliau tidak diakui sebagai anaknya karena tidak bisa menunjukkan kuluk kanigara dan gondil ontokusumo sebagai penanda putra raja. Kemudian GRM. Sumadi dan GRAy. Sudarminah melanjutkan perjalanan melalui Mbabak, Ngluwur lalu menuju Selo Lawang sebelah selatan pertapaan amben gandul Ndondong.

Dalam perjalanan selama 300 hari mereka tidak berjumpa dengan satu manusia pun. Mereka juga tidak menemukan sumber makanan selain rempah-rempah seperti lempuyang dan lengkuas, legundi dan lain-lain. Tidak ada makanan selain itu. Di hutan belantara itu mereka tinggal berdua ditemani hewan-hewan liar. Karena tidak ada makanan maka mereka hanya memakan rempah-rempah. Keadaan itu membuat perut GRAy.Sudarminah menjadi besar layaknya wanita yang sedang hamil.

Melihat perut adiknya yang membesar GRM.Sumadi mengira GRAy.Sudarminah sedang hamil. Selama 40 hari GRAy. Sudarminah ditanya terus kenapa perutnya membesar. GRAy. Sudarminah berkata jujur bahwa perutnya membesar itu bukan karena hamil. GRM. Sumadi merasa jengkel dan malu melihat kondisi adiknya akhirnya secara spontan beliau menghunus keris setro banyu pemberian ayahandanya dan kemudian ditusukkan ke perut adiknya. Seketika semua isi perut GRAy. Sudarminah terburai keluar. Dalam isi perut hanya ada rempah-rempah, tidak ditemukan janin. Anehnya darah yang keluar tidak berbau anyir namun justru wangi. Ceceran darah itu pun berubah menjadi pepohonan yang tumbuh di sekitar tempat itu.

Melihat kenyataan itu, GRM. Sumadi menyesal karena telah mengira adiknya berbuat tindak asusila. Ternyata GRAy. Sudarminah benar-benar jujur dan tidak bersalah. Kemudian jasad GRAy. Sudarminah dibaringkan dengan posisi selatan menghadap ke barat. Sebagai bentuk penyesalan karena telah membunuh adiknya maka GRM.Sumadi kemudia mengakhiri hidupnya sendiri dengan menusukkan keris setro banyu ke tubuhnya. Jasad GRM.Sumadi berada di posisi utara menghadap ke barat.

Makam darah biru GRM. Sumadi dan GRAy. Sudarminah di kompleks makam Gedhong Pulosari, Dusun Kedondong Sedono, Desa Pundungsari, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul dianggap memiliki daya magis. Menurut penuturan Juru kunci makam tersebut, Kahono, biasanya warga yang punya hajat datang dan berdoa di makam itu. Dengan melalui perantara arwah Eyang Sumadi dan Eyang Sudarminah maka doanya akan terkabul. Bagi mereka yang doanya sudah terkabul biasanya datang ke makam itu lagi sambil membawa uborampe nasi gurih, ingkung ayam dan lain-lain sebagai wujud rasa syukur.(Rum) Sumber: Adiluhung, Selasa (02/05/17).

 

 

Artikel Terkait