Yogyakarta, JOGJA TV| Setiap 35 hari sekali Kadipaten Pakualaman mengadakan upacara adat ganti dwaja atau pergantian bergada jaga atau prajurit penjaga Pura Pakualaman. Upacara ganti dwaja dilaksanakan pada sabtu kliwon yang merupakan hari kelahiran Sri Pakualam ke-10. Pelaksanaan pergantian bergada jaga diramaikan dengan atraksi seni budaya yang menampilkan grup-grup kesenian yang ada di masyarakat. Kegiatan budaya ini merupakan hasil kerjasama antara pihak Pura Pakualaman dengan Dinas Pariwisata DIY.
Sekretaris Dinas Pariwisata DIY, Rus Sutikno, SH, MM mengatakan setiap hari sabtu kliwon yang bertepatan dengan hari kelahiran Sri Paku Alam ke-10 dilakukan upacara pergantian bergada jaga di Pura Pakualaman. Kegiatan ini juga diramaikan dengan atraksi budaya dan aneka kuliner yang dapat menambah daya tarik wisata.
Upacara ganti dwaja merupakan pergantian masa kerja 35 hari dari bergada lombok abang dan bergada plangkir. Kadipaten Pakualaman memang hanya memiliki dua bergada yaitu bergada lombok abang dan bregada plangkir. Bergada lombok abang mengenakan seragam warna merah dan dilengkapi senjata tombak. Bergada ini merupakan pengawal kehormatan raja.
Bergada plangkir mengenakan seragam warna hitam dan dilengkapi dengan senjata api seperti prajurit Kerajaan Inggris. Bergada Plangkir bertugas menjaga keamanan kerajaan.
Kadipaten Pakualaman merupakan kerajaan kecil yang tidak pernah berperang karena selalu mengutamakan jalan diplomasi. Oleh karena itu, Kadipaten Pakualaman hanya memiliki dua bergada.
Prosesi pergantian bergada jaga dimulai dengan kirab dua bergada mengelilingi lingkungan Pura Pakualaman dan masuk menuju istana Pakualaman. Bergada lombok abang dan bergada plangkir berbaris rapi selama pelaksanaan upacara tersebut.
Upacara adat ganti dwaja ini dilaksanakan sesuai amanat keistimewaan Yogyakarta. Untuk itu Kadipaten Pakualaman senantiasa melestarikan upacara adat tersebut. Untuk menarik wisatawan maka pelaksanaan upacara tersebut dikemas secara menarik yaitu dengan didukung atraksi budaya seperti seni reog dan angguk. Pada kesempatan itu grup kesenian reog yang tampil adalah Manggala Mudha dari Kecamatan Sabdodadi, Bantul.
Uniknya, pertunjukan seni budaya yang ditampilkan tersebut justru yang belum populer di masyarakat. Harapannya setelah tampil pada event tersebut maka akan dikenal oleh masyarakat. “Di sini lain dari yang lain karena di sini yang kita tampilkan itu belum populer. Kalau misalnya angguk yang sudah ngetop tidak digelar di sini. Justru ini yang masih pemula sehingga diharapkan masyarakat akan mengenalnya,” kata Rus Sutikno.
Tak hanya atraksi kesenian yang meramaikan upacara ganti dwaja namun aneka kuliner hasil olahan masyarakat juga turut serta dihadirkan dalam event tersebut. Salah satunya adalah hadirnya pasar tiban dari Desa Kebonharjo, Samigaluh, Kulonprogo. Aneka kuliner yang dijajakan warga tersebut laris manis terjual karena banyaknya pengunjung yang menghadiri acara tersebut.
Sekretaris Dinas Pariwisata DIY, Rus Sutikno mengharapkan para pedagang yang menggelar dagangan dalam event itu tidak hanya dari Kulonprogo saja tetapi juga dari kabupaten lain seperti Bantul, Sleman, Gunungkidul dan Kota Yogyakarta. “Diharapkan ke depan semuanya dapat digelar di sini,” katanya.
Upacara adat ganti dwaja penting untuk terus dilestarikan. Selain sebagai wujud pelestarian budaya upacara ini juga dapat menambah destinasi wisata baru di Yogyakarta. (Rum) Sumber: Adiluhung, selasa 24/07/2018).