Yogyakarta, JOGJA TV| Warga Dusun Siyono-Glidag, Desa Logandeng, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul setiap setahun sekali sehabis masa panen melakukan tasyakuran dengan menggelar merti dusun. Dalam merti dusun ini warga tidak melakukan kirab mengarak gunungan tetapi setiap KK menyiapkan nasi gurih beserta lauk pauknya untuk kenduri yang dipusatkan di Balai Padukuhan setempat.
Merti desa dilakukan bersama-sama di seluruh desa Logandeng, Kecamatan Playen, Gunungkidul. Desa Logandeng terdiri dari 10 padukuhan dan terbagi menjadi dua sector yaitu sector utara dan sector selatan. Sektor utara terdiri dari Padukuhan Jalakan, Plembon lor, Plembon kidul, Pager dan Logandeng. Sedangkan sektor selatan terdiri dari Padukuhan Siyono wetan, Siyono kulon, Siyono kidul, Siyono tengah dan Glidag. Merti desa di sektor utara dilaksanakan pada hari senin pahing sedangkan sector selatan dilaksanakan pada hari senin kliwon, wuku landhep.
Berbeda dengan merti desa di tempat lain yang biasanya dilakukan dengan mengarak gunungan, dalam merti dusun Siyono-Glidag ini warga tidak menyiapkan gunungan tetapi melakukan kenduri bersama di balai padukuhan. Dalam kenduri tersebut setiap KK menyajikan nasi gurih, lauk pauk, ingkung ayam, aneka jenang, buah-buahan dan jajan pasar.
Menurut Dukuh Siyono Kidul, Suparno dahulu pelaksanaan kenduri dilakukan dua kali yaitu pagi dan siang hari. Pada kenduri pagi hari warga mengirim doa dengan membawa nasi ambeng dua buah dan untuk kenduri siang hari warga menyiapkan ubarampe berupa nasi gurih, ingkung ayam dan lauk pauk lainnya. Seiring perkembangan jaman kenduri kemudian disederhanakan menjadi satu kali, yakni pada waktu siang hari. Warga tidak lagi menyiapkan nasi ambeng tetapi cukup membawa nasi gurih. Meski demikian nasi ambeng tetap disajikan dan orang yang menyiapkan nasi ambeng untuk kenduri adalah orang yang dituakan, yaitu dukuh Siyono kidul, Suparno. Menurut Suparno penyerderhanaan kenduri tersebut sudah berlangsung sekitar 10 tahun ini.
Setiap ubarampe yang disiapkan dalam kenduri masing-masing memiliki makna tersendiri dan ubarampe tersebut merupakan sarana doa. Ubarampe yang disiapkan diantaranya nasi liwet sambel gepeng, jenang abang putih, jenang baro-baro, jenang kliringan.
Setiap ubarampe masing-masing mempunyai arti. Nasi liwet sambel gepeng bermakna sebagai pengharapan warga agar kehidupan masyarakat setempat diberikan rasa tentram dan damai.
Jenang abang putih melambangkan asal muasal manusia. Manusia diciptakan Tuhan melalui perantara ayah dan ibu. Jenang abang atau merah melambangkan ibu sedangkan jenang putih melambangkan ayah. Dengan jenang abang putih warga berharap supaya cita-cita seluruh warga masyarakat Siyono Glidag dapat terkabul.
Jenang kliringan bermakna sebagai harapan agar masyarakat Siyono Glidag dijauhkan dari berbagai bencana dan marabahaya dan memohon kepada Tuhan agar senantiasa diberikan kebaikan.
Jenang baro-baro disajikan untuk seluruh makhluk gaib yang juga merupakan titah Tuhan agar mereka menyingkir dan tidak menganggu warga Dusun Siyono-Glidag.
Seluruh makanan yang disiapkan dalam kenduri tersebut merupakan wujud syukur warga atas hasil panen yang melimpah, yaitu hasil panen yang ada di dalam perut bumi dan berada di bawah langit. Panen tersebut berupa pala kependem seperti ketela, ganyong, bawang dan lain-lain maupun pala gumantung seperti buah-buahan, padi, jagung dan lain-lain. Melalui kenduri warga juga berharap agar hasil panen yang akan datang lebih baik lagi.
Sebelum melakukan kenduri bersama seluruh warga yang hadir di balai padukuhan dihibur dengan kesenian reog yang merupakan andalan kesenian dusun Siyono-Glidag. Kesenian reog bukan hanya sekedar sebagai hiburan tetapi juga melambangkan persatuan dan kesatuan warga Dusun Siyono-Glidag.
Setelah menonton kesenian reog warga kemudian mengikuti kenduri bersama. Mereka duduk berjajar rapi memanjatkan doa dengan dipimpin oleh seorang ulama.
Setelah selesai kenduri seluruh makanan yang disajikan dalam kenduri tersebut kemudian dibagikan kepada semua warga yang hadir. Makanan tersebut diletakkan dalam sebuah wadah bernama sarangan. Sarangan dibuat dari daun kelapa sehingga aman dipakai sebagai wadah makanan. Setiap warga yang hadir diberi sarangan yang berisi nasi, ayam, lauk pauk, buah dan sebagainya. Pembagian makanan ini sebagai bentuk shodakoh kepada sesama agar rejeki yang didapat bisa barokah.
Merti Dusun Siyono-Glidag telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Hingga kini warga setempat masih melestarikan upacara adat tersebut sebagai bagian dari kearifan lokal. (Rum) Sumber: Adiluhung, Selasa 10/10/17).