Launching Buku Panduan Membatik Ragam Hias Nitik &Pameran Hasil Lomba Batik

Admin | Rabu, 13 September 2017 15:15

Yogyakarta, JOGJA TV|Paguyuban Pecinta Batik Indonesia (PPBI) Sekar Jagad terus berupaya menyelenggarakan berbagai kegiatan demi melestarikan batik indonesia. Salah satu kegiatan yang dilakukan diantaranya membuat buku panduan membatik. Bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan DIY, pada 12 Agustus 2017 PPBI Sekar Jagad melaunching buku Berjudul Panduan Membatik Batik Ragam Hias Nitik. Acara launching buku diadakan di Pendopo Dinas Kebudayaan DIY dan pada kesempatan itu pula digelar pameran hasil lomba membatik yang diikuti oleh para peserta pelatihan membatik hasil binaan PPBI Sekar Jagad dan Dinas Kebudayaan DIY.

Penerbitan buku panduan membatik oleh PPBI Sekar Jagad dan Dinas Kebudayaan DIY bertujuan untuk meningkatkan minat generasi muda agar mau belajar membatik. Buku ini berisi petunjuk tentang tahapan proses membatik ragam hias nitik secara lengkap. Para penulis yang terlibat dalam pembuatan buku tersebut seluruhnya adalah pembatik. Dengan pengalaman yang dimiliki, mereka berhasil membuat buku panduan membatik yang sangat praktis sehingga disenangi semua kalangan usia.

Penerbitan buku panduan membatik batik ragam hias nitik adalah bukan tanpa alasan. Batik nitik adalah batik asli Yogyakarta yang motifnya sangat rumit sehingga membutuhkan ketelatenan tingkat tinggi. Membatik dengan menyusun sejuta titik tidaklah mudah. Dibutuhkan kesabaran dan ketelitian yang benar-benar jeli. Kesabaran dan ketelitian dalam membuat batik nitik dipandang baik oleh PPBI Sekar jagad menjadi media guna membangun karakter generasi muda sehingga mereka akan mampu berpikir positif, kreatif dan inovatif.

Buku panduan membatik ragam hias nitik ini sangat membantu bagi kalangan pembatik yang sudah profesional maupun bagi orang yang baru belajar membatik. Batik nitik seluruhnya ada 60 ragam hias. Nama-nama motif tersebut mayoritas bernama bunga tanaman tropis indonesia.

Wakil ketua umum Yayasan Batik Indonesia, Sri Murniati Widodo. A.S memberikan apresiasi kepada PPBI Sekar Jagad yang telah menerbitkan buku ini. Launching buku tentang panduan pembuatan batik nitik itu saya sangat mengapresiasi. Bukan saya pribadi tapi juga Yayasan Batik Indonesia sangat mengapresiasi pembuatan buku tersebut, ungkapnya.

Senada dengan Sri Murniati Widodo, Ketua PPBI Sekar Jagad, GBPH Prabu Kusumo juga mengapresiasi atas diterbitkannya buku panduan membatik batik ragam hias nitik tersebut. Menurutnya buku itu sangat bermanfaat sekali khususnya untuk para pembatik supaya mereka betul-betul teliti saat membuat batik nitik. Buku ini sangat bermanfaat sekali khususnya untuk pembatik-pembatik supaya batik khusus nitik ini memang harus betul-betul teliti sekali, karena kalau tidak teliti motifnya jadi besar-besar, jadi kalau bahasa Jawanya wagu, ungkapnya.

Dalam kesempatan launching buku tersebut juga dipamerkan hasil lomba membatik dari para peserta yang berasal dari empat kabupaten dan satu kota di DIY. Untuk lomba membatik itu para peserta diberi kebebasan mengembangkan motif klasik dan kemudian memberi nama motif tersebut serta memberikan makna filosofinya. Jadi motifnya bebas tetapi harus pengembangan motif atau berkreasi seperti yang di sini dipamerkan sekarang. Jadi memang mereka berkreasi motif lalu dengan judul motif dan filosofi atau keterangan dari motif itu, kata Pengurus PPBI Sekar Jagad, Hani Winotosastro.

Sebanyak 25 motif batik ditampilkan dalam pameran tersebut. Beberapa motif pengembangan hasil kreasi para peserta lomba membatik itu diantaranya adalah motif kipo manis, motif keong gandrung, grodo sekar melati, kokrosono, garuda basanta, gunung emas dan mina kencana.

Motif kipo manis terinspirasi dari makanan khas Kotagede. Kipo terbuat dari tepung ketan dan mempunyai sifat lengket. Untuk membuat kipo sangat dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan. Dengan demikian, motif kipo manis dimaknai sebagai sifat sabar, telaten dan ikhlas dalam mempererat persaudaraan tanpa mengharap pamrih apapun.

Motif keong gandrung. Motif ini menggambarkan keong yang sedang jatuh cinta. Kemana pun pergi mereka selalu menjaga jati dirinya dan selalu setia membawa rumahnya.

Motif grodo sekar melati mengandung arti filosofi mengembangkan inovasi baru dengan membawa kebajikan bagi si pemakai kain batik tersebut.

Motif kokrosono. Kokrosono adalah nama kecil Prabu Baladewa. Motif ini menggambarkan keteguhan hati seorang ksatria seperti halnya Prabu Baladewa.

Motif garuda basanta menggambarkan kepemimpinan dalam rangkaian bunga setaman.

Motif mina kencana menggambarkan manusia sebagai makhluk sosial sehingga selalu dapat menyesuaikan diri dimana pun dan kapan pun berada. Orang yang memakai motif batik ini akan selalu terlihat indah.

Motif gunung emas. Motif ini melambangkan kemegahan dan kemewahan. Bagi siapa pun yang memakai motif ini maka akan terlihat megah dan mewah. Motif gunung emas merupakan hasil kreativitas dari Yatimah yang merupakan pemenang lomba pengembangan motif batik. Menurut Yatimah motif gunung emas cocok dikenakan pria maupun wanita. Seandainya motif ini dikenakan oleh kaum laki-laki akan kelihatan megah dan mewah dan seandainya dikenakan oleh seorang perempuan maka akan kelihatan cantik, anggun dan mewah, papar Yatimah.

Dari 25 motif batik yang ditampilkan dalam pameran tersebut enam diantaranya berhasil menjadi pemenang. Keenam motif tersebut meliputi lung-lungan kembang, kembang sore, keong gandrung, mina kencana, garuda basanta dan gunung emas.

Menurut Sri Murniati Widodo, motif pengembangan yang diciptakan oleh para pesera lomba membatik tersebut sudah sangat bagus dan berkualitas. Dalam arti bahwa meskipun mereka itu bukan pengrajin yang ahli batik tetapi hasil kreativitasnya sudah bagus dan layak jual, bahkan sudah layak untuk dikoleksi.

Melihat hasil kreativitas dari para peserta lomba membatik tersebut terbukti bahwa kualitas para pembatik di wilayah DIY sudah semakin bagus. Sehingga anggapan semakin langkanya para pembatik di DIY bisa ditepis. Jadi kita tidak perlu takut lagi, takut kalau nanti pembatik-pembatik hilang dan sebagainya. Itu klise, jadi kita tidak boleh punya anggapan seperti itu, ungkap GBPH Prabu Kusumo.(Rum) Sumber: Program Amazing Batik, kamis 07/09/17).

Artikel Terkait

Bersih Desa Karangrejek

09 September 2017 16:45

Jogja Street Sculpture Project 2017

09 September 2017 16:33

Merti Dusun Glendongan Tambakbayan

05 September 2017 15:28

Sejarah Macapat

31 Agustus 2017 15:26