Sleman, JOGJA TV| Keturunan orang Jawa tersebar di seluruh dunia antaralain di Belanda, Suriname, New Caledonia, Malaysia, Thailand dan lain sebagainya. Mereka yang tinggal di negara-negara tersebut rata-rata merupakan generasi ke empat. Meskipun mereka bukan warga negara Indonesia namun identitas kejawaan mereka tetap kuat. Dalam rangka napak tilas leluhur mereka yang berasal dari Jawa, para diaspora Jawa tersebut akan mengadakan pertemuan di Yogyakarta selama seminggu, mulai 17-23 April 2017 bertempat di Beteng Vredeburg Yogyakarta. Bagi masyarakat yang ingin melihat langsung dan berbagi cerita dengan para diaspora Jawa ini bisa datang ke Beteng Vredeburg mulai pukul 16.00-18.00 WIB.
Sebagai keturunan orang Jawa yang tinggal di luar negeri, para diaspora Jawa selalu mempunyai ikatan batin yang kuat dengan negeri leluhurnya di tanah Jawa. Sebagai wujud kecintaan mereka terhadap negeri leluhur para diaspora Jawa dari seluruh penjuru dunia akan berkumpul bersama dan berbagi cerita di Yogyakarta.
Dalam kesempatan talkshow Teras Jogja di Jogja TV, senin (10/4/17) beberapa diaspora Jawa dari negeri Belanda berkesempatan berbagi pengalaman hidup selama tinggal di Belanda dan Suriname.
Nurman Pasaribu adalah salah satu warga Belanda keturunan Jawa yang sudah tinggal di Belanda sejak tahun 1975. Nurman yang lahir di Indonesia ini mengaku sebelum pindah ke Belanda dan menjadi warga negara Belanda Nurman dan orangtuanya tinggal di Suriname. Namun karena waktu itu kehidupan ekonomi di Suriname agak sulit dan juga situasi politik yang cukup mengkhawatirkan terutama menjelang kemerdekaan Suriname pada tahun 1975 akhirnya banyak orang Jawa yang pindah ke Belanda termasuk dirinya.
Menurut penuturan Nurman kehidupan orang Jawa di Suriname pada tahun 1970an bisa dikatakan masih terbelakang jika dibandingkan dengan kehidupan orang-orang Hindustan yang merupakan keturunan India dan orang Kreol yang merupakan keturunan Afrika. Orang Jawa yang berpendidikan tinggi di Suriname saat itu jumlahnya sedikit sekali. Sulitnya kehidupan orang Jawa di Suriname disebabkan karena mereka masih mempertahankan kewarganegaraan Indonesia sewaktu di Suriname. Oleh karena itu mereka tidak bisa mendapatkan beasiswa, tidak mendapatkan ijin usaha dan lain sebagainya. Untuk mengubah nasib mereka agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik maka atas nasehat Mentri Luar Negeri Republik Indonesia saat itu, Ruslan Abdul Gani sejak tahun 1971 akhirnya banyak orang Jawa yang beralih menjadi warga Negara Belanda. Jadilah warga negara Belanda yang sebaik-baiknya, kalau kamu berprestasi citra Indonesia akan terbawa, ini adalah nasehat Menlu RI, Ruslan Abdul Gani yang selalu diingat oleh Nurman Pasaribu.
Dengan menjadi warga negara Belanda orang-orang Jawa akhirnya mudah mendapatkan beasiswa, ijin usaha dan lain sebagainya.
Menurut pengalaman Nurman selama tinggal di Belanda dirinya diterima baik oleh orang Belanda. Bahkan diberi baju, uang saku, dan tempat tinggal. Melihat kebaikan orang Belanda ini dirinya mengaku heran sebab dalam sejarah Indonesia Belanda digambarkan sebagai bangsa yang jahat dan kejam. Kita disambut baik oleh Pemerintah Belanda. Saya gumun waktu saya sekolah di Jakarta katanya Belanda itu jahat, kejam. Lha kok kita dikasih pakaian, uang saku, dicarikan kerjaan, dikasih rumah. Saya merasa apa buku sejarah kita gak bener apa bohong?. ungkap Nurman.
Atas kebaikan yang diterimanya selama di Belanda Nurman pun sangat berterima kasih dan bertekad untuk terus mengabdi pada semua orang Jawa yang ada di Suriname.
Selain memberikan biaya hidup Pemerintah Belanda juga menyediakan tempat ibadah berupa masjid bagi orang Jawa yang beragama Islam. Sebagai seseorang yang taat pada ajaran agamanya, Nurman bekerja secara sukarela menjadi pengurus masjid di Belanda selama 25 tahun. Atas dedikasinya itu kemudian pada tahun 2006 dirinya mendapat penghargaan bintang dari Ratu Beatrix.
Cerita manis lainnya juga dituturkan oleh Soerjatni Hardjotinojo, warga keturunan Jawa yang lahir di Suriname. Soerjatni atau yang akrab dipanggil Cony ini menuturkan pengalamannya sewaktu tinggal di Suriname. Cony yang tak lain adalah istri dari Nurman Pasaribu adalah keturunan Jawa generasi ke empat. Nenek dan juga bapak ibunya lahir di Suriname tetapi nenek buyutnya lahir di Jawa, tepatnya berasal dari Kebumen Jawa Tengah.
Sebagai keturunan orang Jawa Cony sampai saat ini masih bisa berbahasa Jawa (ngoko) dengan fasih meskipun dirinya merupakan generasi ke empat yang lahir di Suriname. Kefasihannya menggunakan bahasa Jawa karena di lingkup keluarga orangtuanya selalu bertutur menggunakan bahasa Jawa. Ketika bergaul dengan teman-temannya pun Cony juga menggunakan bahasa Jawa dan kadang dicampur dengan bahasa Belanda.Nang sekolah nganggo basa Belanda tapi nang ngomah nganggo basa Jawa. Nak karo kanca-kancaku nganggo separo Jowo separo Belanda, ungkapnya.
Selain fasih berbahasa Jawa sewaktu masih muda Cony juga sering terlibat dalam aktivitas sosial yang kental dengan nuansa Jawa. Misalnya saat ada orang yang sedang punya hajat pernikahan atau pun sunatan Cony biasanya ikut membantu atau dalam bahasa Jawa disebut rewang. Saat rewang biasanya Cony mendapat tugas menerima tamu atau nampa dhayoh. Busana yang dikenakan saat rewang ini adalah kain kebaya lengkap dengan sanggulnya.Aku ya nganggo jarik, nganggo kondhe, katanya.
Selain tradisi rewang kesenian Jawa pun berkembang baik di Suriname. Menurut Cony yang berkewarganegaraan Belanda ini kesenian Jawa yang ada di Suriname diantaranya ledhek, ludruk, dan kethoprak.
Selain bahasa dan kesenian orang-orang Jawa di Suriname masih mempertahankan kuliner Jawa seperti gulai dan soto atau orang Jawa Suriname menyebutnya saoto. Terkait masakan khas Jawa ini besok pada tanggal 17 April 2017 Cony dan teman-teman akan melakukan demo masak saoto suriname. Untuk itu Cony mengundang warga masyarakat untuk datang ke Beteng Vredeburg guna menyaksikan dan mencicip hasil masakannya bersama teman-teman. Besok kemis tanggl 20 April ada show demo masak. Iku arep digawekke saoto Suriname, bukan soto, Suriname nyeluke saoto. Iki padha teka kabeh delok piye, ngicipi enak apa ora, nek enak didol nang kene, selorohnya.
Pengalaman menarik lainnya diceritakan oleh Yvone Ponidjem Kasman atau yang akrab disapa mbak Bulan. Bulan yang lahir di Suriname ini juga merupakan generasi ke empat. Sama seperti Cony, Bulan juga sangat fasih berbahasa Jawa. Saat berbagi cerita dengan pemirsa Jogja TV Bulan terlihat fasih menggunakan bahasa Jawa dialek Jawa Timuran. Hal ini karena setelah lahir dia diangkat dan diasuh oleh nenek yang berasal dari Surabaya. Dari garis keturunan ibu, Bulan memiliki kakek berasal dari Solo dan nenek yang berasal dari Deli Sumatra. Asline bapakke mamahku teka Solo, make mamahku teka Sumatra, Deli, katanya. Sedangkan dari keturunan garis ayah Bulan mengaku tidak tahu. Seka bapakku aku ora ngerti, tandasnya. Bulan tidak bisa melacak silsilah keluarganya karena nama ayah dan nama ibunya bukan merupakan nama asli sehingga sulit untuk dilacak.
Bulan yang lahir dan besar di Suriname akhirnya pindah ke Belanda dan menjadi warga negara Belanda. Selama tinggal di Belanda Bulan bekerja mengurusi anak-anak yang mengalami gangguan cacat mental selama 8 tahun. Setelah itu, dia bekerja mengurusi orang-orang dewasa yang juga mengalami gangguan mental. Namun akhirnya Bulan berhenti bekerja karena sakit akibat syarafnya terjepit sehingga sulit beraktivitas.
Bulan yang sedikit-sedikit masih bisa berbahasa Jawa halus ini mengaku dulu waktu kecil tidak berminat pada budaya Jawa namun setelah memasuki masa tua hatinya tertarik untuk melestarikan budaya Jawa, seperti gendhing-gendhing Jawa dan bahasa Jawa. Hingga saat ini pun dirinya bertekad untuk nguri-uri atau melestarikan budaya Jawa.
Setiap ada pertemuan orang-orang Jawa di Amsterdam, Belanda Bulan selalu ikut meramaikan. Nang Belanda aku ngguyubi kebudayaan. Angger senin kabeh wong-wong padha ngumpul nang kana dadi isa ngobrol, mangan bareng, main bingo. Aku ngajari poco-poco, paparnya.
Bulan dengan gaya bicaranya yang ceplas ceplos ternyata memiliki sisi humor yang tinggi. Untuk meramaikan event Diaspora Jawa ke III di Yogyakarta Bulan akan tampil dalam stand up comedy Jawa. Bagi masyarakat yang ingin menyaksikan langsung kepiawaian Bulan dalam ber-stand up comedy dengan bahasa Jawa dipersilahkan datang ke Beteng Vredeburg pada tanggal 17 April 2017.
Di akhir acara, Koordinator Acara Diaspora Jawa, Rachmawan Singgih mengajak masyarakat untuk datang ke Beteng Vredeburg pada tanggal 17-23 April 2017. Dalam event itu akan banyak dihadirkan acara-acara budaya Jawa. Untuk detail acaranya bisa menghubungi panitia di nomor 081579622069 (Rachmawan Singgih). (Rum) Sumber: Teras Jogja, Senin (10/04/17)