Sleman, JOGJA TV| Dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian air sebagai sumber kehidupan, waga Kampung Kuningan- karangmalang, Desa Catur Tunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, menggelar tradisi Merti Kali Mbelik Kuningan beberapa waktu lalu. Tradisi itu dikemas dengan kirab budaya yang menempuh jarak sekitar satu kilometer dan juga dimeriahkan dengan jalan sehat yang melibatkan seluruh warga kampung.
Tradisi Merti Kali Mbelik Kuningan digelar oleh warga Kampung Kuningan Karangmalang, Caturtunggal, Depok, Sleman bertepatan pada hari Sumpah Pemuda. Hal ini untuk mendorong para pemuda-pemudi Kampung Kuningan -Karangmalang agar memiliki semangat dalam menjaga kelestarian air sebagai sumber kehidupan.
Pada jaman dahulu Kali mbelik Kuningan kualitas airnya sangat jernih dan sehat sehingga sering dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk keperluan sehari-hari , seperti mandi, mencuci dan sebagainya. “Dulu jernih banget sungainya dan sehat,” kata Dukuh Karangmalang, Sudarman.
Lebih lanjut, Sudarman mengatakan Kali mbelik Kuningan bersumber dari mbelik Pace yang terletak di bagian utara. Saat ini sumber air mbelik Pace dimanfaatkan untuk PDAM UGM. Kondisi sungai mbelik Kuningan sekarang sudah tercemar karena banyak warga yang kurang memiliki kesadaran sehingga mereka membuang sampah di sungai. Untuk menyadarkan masyarakat agar senantiasa menjaga kelestarian sungai pemerintah desa setempat, masyarakat dan juga pihak UGM membentuk Komunitas Kali Mbelik.
Penyelenggaraan event budaya Merti Kali Mbelik Kuningan juga efektif untuk menyadarkan warga kaitannya dalam menjaga lingkungan sungai. Merti Kali Mbelik Kuningan dikemas melalui kirab budaya yang menempuh jarak sekitar satu kilometer. Jalannya kirab dimulai dari halaman rumah Kepala Desa Caturtunggal menuju ke Kali mbelik Kuningan. Kirab budaya yang menampilkan edan-edanan, bregodo prajurit dan arak-arakan warga ini menyita perhatian masyarakat yang menonton di sepanjang jalan. Merti Kali mbelik Kuningan diikuti oleh seluruh warga Kampung Kuningan dan Kampung Karangmalang. Mereka berbaur menjadi satu meramaikan gelaran budaya yang digelar sejak tahun 2016 ini.
Setelah para peserta kirab sampai di Kali Mbelik Kuningan kemudian dilakukan serah terima air kendi yang diserahkan oleh Kepala desa Caturtunggal, Agus Santosa kepada perwakilan pemuda. Di samping itu juga diserahkan bibit ikan yang selanjutnya ditebar di sungai dan juga tanaman hijau sebagai RTH. Serah terima air kendi, ikan dan tanaman ini sebagai simbol agar seluruh warga Kampung Kuningan dan Karangmalang selalu menjaga kelestarian air dan lingkungan sekitar.
Setelah upacara adat Merti Kali Mbelik Kuningan selesai dilakukan warga kemudian menggelar kenduri bersama. Dalam kenduri ini warga menyiapkan nasi uduk, lauk pauk dan ingkung ayam. Kenduri dilakukan untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar masyarakat senantiasa diberikan keselamatan serta rejeki yang barokah.
Setelah didoakan makanan tersebut kemudian dibagikan kepada setiap warga yang hadir menyaksikan jalannya Merti Kali Mbelik Kuningan. Makanan yang dibagikan dalam acara tersebut adalah nasi wiwit dan jajan pasar. Sekitar 200 takir nasi dibagikan kepada warga yang hadir pada acara tersebut. Tradisi makan bersama ini untuk mensyukuri rejeki dari Tuhan. “Rejeki dari Allah harus kita nikmati bersama,” kata Sudarman.
Usai kenduri dan makan bersama warga kemudian dihibur dengan kesenian jathilan yang merupakan potensi kesenian di Kampung Kuningan-Karangmalang. Ditampilkannya kesenian jathilan itu selain untuk menghibur warga juga untuk melestarikan kesenian tradisional.
Sebagai rangkaian dari kegiatan Merti Kali Mbelik Kuningan juga digelar jalan sehat yang diikuti oleh seluruh warga Kampung Kuningan-Karangmalang. Kegiatan jalan sehat yang menempuh jalan sekitar tiga kilometer itu dilepas oleh Kepala Desa Caturtunggal, Agus Santosa. Jalan sehat dimulai dari depan Kampus Fakultas Bahasa dan Seni UNY dan berakhir di Wisdom Park UGM.
Tradisi Merti Kali Mbelik Kuningan merupakan kearifan lokal warga Kuningan-Karangmalang dalam upaya melestarikan energi air sebagai sumber kehidupan. Peristiwa budaya seperti ini penting untuk dijaga dan diwariskan kepada generasi muda. (Rum) Sumber: Adiluhung, selasa 07/11/17)