Klaten, JOGJA TV| Dalam tradisi masyarakat Jawa hubungan antara anak cucu dengan leluhurnya tidak akan pernah putus sampai kapan pun. Kekalnya hubungan antara generasi penerus dan leluhur ini dimanifestasikan dalam bentuk upacara adat Sadranan. Tradisi Sadranan atau nyadran merupakan wujud penghormatan kepada arwah leluhur sebagai cikal bakal kehidupan. Tradisi ini dilaksanakan pada bulan syaban atau ruwah dalam penanggalan Islam. Hampir seluruh masyarakat Jawa di berbagai tempat menyelenggarakan tradisi Sadranan untuk mengirim doa kepada arwah leluhur dan sanak saudara yang telah meninggal dunia. Salah satunya dilakukan oleh warga Dusun Mutihan, Desa Mutihan Kecamatan Gantiwarno, Kabupaten Klaten.
Tradisi Sadranan Dusun Mutihan Desa Mutihan Kecamatan Gantiwarno Kabupaten Klaten dilaksanakan setiap tanggal 23 bulan Ruwah atau Syaban. Dalam penyelenggaraan Sadranan seluruh warga lintas agama berkumpul di makam desa setempat. Masing-masing warga membawa makanan yang ditaruh di dalam tenong, ancak ataupun wadah lainnya sesuai kemampuan.
Sesaji makanan yang dibawa warga terdiri dari nasi gurih, lauk pauk, ingkung ayam dan jajan pasar. Sesaji makanan ini kemudian dikendurikan agar menjadi barokah. Dengan dipimpin oleh seorang sesepuh warga bersama-sama membaca tahlil dan memanjatkan doa untuk arwah leluhur agar diampuni dosa-dosanya. Setelah selesai melakukan kenduri warga kemudian saling bertukar makanan kepada sanak saudara ataupun tetangga terdekat. Tak lupa mereka menyisihkan sebagian makanan tersebut untuk disedekahkan kepada warga tidak membawa makanan. (sesi 2 gbr nasi dan lauk pauk, menit 00:38. Gbr jajan pasar menit 01:12.
Nasi dan Lauk :
Jajan Pasar :
Menata Tenong :
Di samping menyiapkan makanan yang dibawa oleh tiap-tiap warga, dalam tradisi Sadranan di Desa Mutihan tersebut juga dikeluarkan sebuah gunungan yang berupa hasil bumi seperti buah-buahan dan sayuran. Gunungan ini sebagai wujud syukur warga kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan hasil panen selama setahun. Gunungan tersebut dikirabkan mengelilingi wilayah RW 5 Desa Mutihan.
Tradisi Sadranan bukan monopoli satu agama tertentu namun ini merupakan budaya masyarakat suku Jawa. Ritual Sadranan telah ada sejak jaman Majapahit, jauh sebelum masuknya agama Islam ke Nusantara. Oleh Wali Songo tradisi yang telah mengakar pada masyarakat Jawa ini kemudian diakulturasikan dengan agama Islam sehingga dalam Sadranan ada pembacaan doa-doa dan tahlilan. Pelaksanaan tradisi Sadranan dilaksanakan pada bulan Ruwah atau Syaban karena dalam agama Islam bulan tersebut merupakan bulan pelaporan atas amal perbuatan manusia di muka bumi.
Tujuan dari tradisi Sadranan selain untuk mendoakan arwah nenek moyang dan sanak saudara yang telah meninggal dunia juga untuk mempererat rasa persaudaraan antar warga. Melalui ritual ini hubungan sosial warga menjadi lebih rukun, tenteram dan damai.