JOGJA TV, YOGYAKARTA - Perhelatan besar seni rupa Biennale Jogja XV Equator #5 yang dilaksanakan setiap dua tahun ini akan diadakan pada 2- Oktober 2019 - 30 November 2019, di tiga tempat yaitu: Jogja Nasional Museum (JNM), Taman Budaya Yogyakarta (TBY), PKKH UGM Yogyakarta dan beberapa lokasi lainnya.
Bertajuk 'Do we live in the same PLAYGROUND?' dipilih untuk merangkum pembacaan Yayayasan Biennale Yogyakarta dan seniman-seniman yang terlibat di dalam perhelatan Biennale Jogja Equator #5 atas segelintir persoalan “pinggiran” yang berlangsung di kawasan Asia Tenggara, terutama yang beririsan dengan masalah identitas (gender, ras, dan agama), narasi kecil, konflik sosial-politik, perburuhan, lingkungan, atau yang lebih spesifik, praktik kesenian.
PLAYGROUND adalah alegori bagi ruang hidup dan/atau ruang ekspresi kita yang acap kali tampak menyenangkan, tetapi mempunyai berlapis-lapis persoalan di baliknya. “Kita tidak hanya perlu mengurai dan mengenali persoalan-persoalan itu, tetapi juga bertanya – terutama kepada diri kita sendiri tentang bagaimana kita akan mengambil posisi terhadap berbagai isu bersama yang hadir di hadapan kita,” ujar Alia Swastika, Direktur Yayasan Biennale Yogyakarta.
Edisi kelima Biennale Jogja Equator bekerja di wilayah Asia Tenggara melibatkan 52 seniman dan kelompok, dari berbagai wilayah dan kota dari seluruh Asia Tenggara. Diantaranya, Angki Prbandono (Yogyakarta), Tran Luong (Hanoi), Moe Satt (Yangon), Gan Siong King (Kuala Lumpur), dan Khairulddin Wahab (Singapura)
Dalam Biennale kali ini, juga akan diperkenalkan program Paviliun atau disebut juga dengan Bilik sebagai platform untuk bertemu dengan negara atau wilayah lain yang memiliki relasi erat dengan Asia Tenggara.
Dua bilik akan menempati raung pamer di PKKH yaitu Hongkong, dikurasi oleh Para Site, bilik timor Leste dikurasi oleh ArteMoris, dan bilik Taiwan yang dikuratori oleh alia Swastika di Artspace@Helutrans.